Rabu, 18 Juni 2014

PHK yang Menyakitkan

Bagaikan ikan yang menemukan air, bagaikan burung yang menemukan sarangnya. Begitulah keadaanku pada saat itu. Perasaan senang campur bahagia dan terkesima. Bagaimana tidak seorang gadis kampung "bau lisung" kata orang Sunda. Gadis kampung yang tidak pernah bermimpi bisa kuliah di Perguruan Tinggi negeri no 2 di Indonesia. Sungguh keberuntungan yang menghanpiriku, tapi aku tidak percaya itu. Beradanya aku disini di kampus ini adalah buah dari perjuangan panjang dan perih.

****
Seperti biasa aku menjalankan aktivtas seperti biasa. Kuliah dan berbaur layaknya mahasiswa lain, karena pada saat itu adalah proses diamana aku mengenal siapa aku? aku menjalaninya dengan penuh keceriaan dan kebahagiaan pada saat itu. Tidak pernah sedikitpun hari-hariku terlewatkan begitu saja tanpa membuat moment yang berarti. Tidak peduli apakah dalam keadaan sedih atau khawatir karena persedian uang sudah menipis. Maklum pada saat itu dana beasiswa Bidikmisi masih belum cair. sedangkan aku harus mempersiapkan untuk keperluan Masa Perkenalan Mahasiswa Baru (MPKMB). Pemasukanku hanya satu-satunya yaitu kiriman dari ibu dan ayah.

Hati ini terasa berat ketika mulut ini akan mengucapkan "Ibu uang ceuceu sudah menipis". Tapi mau bagaimana lagi, aku masih terlalu baru untuk bisa berjualan seperti yang aku lakukan semasa SMA. Aku juga belum berani untuk meminjam walaupun pada teman kamar. Sedangkan kehidupan harus tetap berjalan, maka dengan perasaan iba aku pun menelpon ibu. Mengungkapkan apa yang sedang aku rasakan saatitu dan menjelaskannya. Seperti biasa ibu hanya menjawab "Tidak apa-apa sayang, yang penting putri ibu tidak kelapan di kampung orang, Jangan pernah menahan diri selama masih bisa berusaha dan diusahakan".

Begitulah ibu selalu mengutamakan kepentingan ananknya, padahal aku juga tahu keadaan di rumah lebih buruk daripada yang aku rasakan di Asrama. Dengan mudahnya aku menelpon ibu dan bilang "Ibu uang ceuceu sudah menipis". Tapi apakah aku tahu uang itu berasal dari mana? tentu aku tahu mungkin saja uang itu gaji ayah atau simpenan ibu atau bahkan dapat ngutang dari tetangga. Aku atahu itu karena aku telah hidup bersama mereka lebih dari 17 tahun. Aku merasakan hiruk pikuk keluarga kami, bagaimana sulitnya perekonomian keluarga kami dan bagaiman perjuangan keluarga kami. Tapi jauh dari lubuk hatiku aku bersyukur atasnya, karena walaupun keluarga kami penuh dengan kekurangan tapi aku tidak pernah kekurangan kasih sayang dari keluarga terutama ibu dan ayah.

****
Satu semester telah berlalu, terlalu singkat memang tapi tidak bagiku. Satu semester itu panjang bahkan lebih panjang dari kereta api. Aku melewati satu semester di IPB tidak dengan mudah tapi menuh cucuran keringat dan air mata kesedihan. Dimana disaat krisisnya ekonomi keluarga aku ahrus masuk rumah sakit karena sakit demam berdarah (DBD) dan harus di rawat di Rumah sakit selama beberapa hari. Jika tidak dilandasi dengan iman, uang dari mana aku untuk biaya rumah sakit yang amat mahal bagiku yang terbisa dengan kekurangan. Tapi sekali lagi Allah Maha Kuasa dan Kuasanya untuk orang-oarang yang yang sabar dan yakin akannya. Alhamdulillah sampai aku sembuh semuanya berjalan dengan lancar. Banyak pihak yang turut membantu aku dalam proses pengobatan. Bantuan materi, semangat dan kasih sayang. Aku yang terkesan baru tapi tidak bagi mereka yang merasa familiar denganku.

Bukan hidup namanya jika tanpa adanya ujian. Ujian adalah suatu bukti kecintaan Allah padaku dan dengan adanya masalah ini aku belajar untuk menjadi pribadiyang kuat dan dewasa. Pada saat itu aku diahadapkan pada kondisi harus kehilangan benda yang menjadi penting buatku. Dialah dompetku yang berisi semua identitas dan fasilitas lainnya. Namun mudah saja, letakkan duniamu pada tanganmu jangan pada hatimu. Aku berusaha merelakannya dan hanya berdoa pada Allah jika masih milikku maka akan kembali lagi padaku. Begitulah perjalanan tidak ada yang mulus dan lurus, pasti ada hambatan walaupun hanya kerikil kecil dan pasti ada belokan walau hanya sedikit dan pasti ada tanjakan dan turunan yang menyeimbagkan kita dalam melaluinya.

****
 Libur semester adalah waktu yang paling dinanti-nantikan karena itulah waktu yang panjang untuk dihabiskan bersama keluarga. Itulah yang menjadi alsanku memutuskan untuk pulang. Dengan penuh rasa suka cita aku pulang. Sesampai di rumah seperti keluarga lainnya aku menikmati liburanku. Namun yang menjadi pertanyaan adalah ayah. Selama aku liburan ayah tetap berada di rumah, padahal aku sudah terbisa dengan ayah tidak ada di rumah. Karena ayah selalu kerja di luar kota atau luar kecamatan yang mengharuskan ayah pulang dua minggu sekali atau bahkan satu bulan sekali. Pemandangan ini sungguh tidak seperti biasanya. 

Dengan penuh rasa penasaran di hatiku, aku menghampiri ibu dan dan menanyakan kebenaran terkait ayah. Namun jawabab ibu sangat menusuk hatiku seaakan tak ada lagi yang tersisa. Sakit dan sakit setelah mendengar dan mengetahuinya. Lagi lagi aku dibohongi ibu, lagi lagi rasa bersalalah ini muncul karena ketidakberdayaanku. Ibu menjelasakan bahwa ayah telah dipecat (PHK) aatau diberhentikan kerja semenjak aku berangkat ke IPB. Sedangkan uang yang ibu kirim ke aku selama ini adalah uang simpanan ibu sejak lama dan sisanya dapat meminjam dari tetangga atau saudara tapi ada juga dari hasil ayah mengumpulkan telur semut selama berhari-hari. Yah pada saat itu ayah mengerjakan apa saja yang bisa ayah kerjakan.

Ayah adalah seorang yang kuat dengan ketrebatasannya ayah tidak mau anak-naknya mengetahui apa yang beliau rasakan. Ayah tidak seperti oarang lain dengan sejuta keahlian, ayah penuh ketrbatsan maka dari itu tidak bayak pekerjaan yang dpat ayah lakukan. Sehingga ketika kehilangan pekerjaan pokoknya ayah hanya bisa mengerjakan yang dapat ayah kerjakan. Sungguh tidak berperasaan yang telah memberhentikan ayah kerja, tiada lain adalah saudara sendiri. Mengapa pada saat anaknya baru masuk kuliah ayah diberhentikan, padahal pada saat itu tengah dibutuhkan biaya yang cukup besar. Bertanya pada siapa? ini semua sudah keputusan sang Pengatur. Aku hanya bisa berserah dan bertawakal pada-Nya. 

Aku menanyakan juga pada ibu tidak memberitahuku bahwa ayah telah berhenti kerja ketika aku merengek meminta uang. Mengapa ibu hanya mengatakan ayah bekerja ketika aku menanyakan "Bu apakah ayah masih kerja?" ibu menjabanya "iya ayah kerja sayang". Air mata sedih, kecewa dan rasa bersalah menyatu tak dapat kupishkan apalagi dibedakan. Aku tidak athu harus seperti apa dan bagaiman menerima ini semua. Melihat ayah yang sakit dan tanpa semangat dada ini semakin sesak. Bagaimana mungkin ayah tidak sakit, siapa yang tidak sakit hati dan terpukul. Disaat anaknya membutuhkan biaya yang sangat besar ayah harus diberhentikan kerja dengan alsan yang tidak jelas. Jika aku berada diposisi ayah jelas aku kan mersakan yang sama. Namun sekali lagi ayah tidak pernah menunjukan itu semua dihadapan anak-anaknya. Ayah hanya berkata "ayah tidak apa-apa, ayah baik-baik saja pekerjaan bukannya hanya disitu dan rezeki buka dia yang mengatur, kita masih memiliki Allah untuk meminta, ceu yang sabar ya". Begitulah jawaban beliau ketika aku menyakan"apakah ayah baik-baik saja?".

Tangis haru yang berasal dari keluarga harmonis ini kiat terdengar dan semakin menjdi pilu. Namun ini semua bukanlah pertanda tidak tegarnya kami tapi ini adalah bukti cinta kami satu sama lain. Ibu ayah dan aku terbawa dan terhanyut pada suasana haru. Terlepas dari suasana haru kami sudah siap pada kondisi semula dimana kekuatan sudah kami persiapkan untuk menghadapi hari baru. Ayah yang mulai terlihat sehat setelah kami banyak berdiskusi dan saling menguatkan satu sama lain. Terlihat semangat ayah terpancar dan siap melakukan apapun itu asalkan halal untuk menfkahi anak dan istri tercinta. 

Itulah ayahku, walaupun penuh dnegan kekurangan, keterbatasan tapi ayah tidah pernah mengurangi kasih sayangnya pada anak-anak dan isterinya. Ayah juga tidak pernah pantang menyerah dalam berusaha dan berikhtiar walau nyawa taruhannya. Asalkan anak san isterinya dapat hisup layak dan bahagia. Itulah ayah pahlawanku dan akan tetap menjadi laki-laki no satu dihatiku dan hidupku sampai saat ini. Hingga samapai pada saatnya nanti ayah menyerahkan aku pada sang pangeran dunia akhiratku..

****
Sungguh luar biasa hidup ini jika menjadi orang-orang pilihan Allah SWT untuk mendapat ujian-Nya. Mungkin diPHKnya ayah adalah ujian terberat dan sangat terpukul tapi dibalik itu semua Allah menyelipkan kebahagiaan pada keluagra kami. Ya itulah rasa syukur, dengan bersyukur kamu selalu merasakan kebahagiaan dalam getirnya kehidupan. Aku menikmatinya dan mensyukurinya disetiap hembusan nafsku. terima kasi ya Rabbku, hanya dengan Engkau aku beriman dan memohon pertolongan. Semoga keluarga kami senantiasa ada salam lindungan-Mu ya Rabb. Hidup bahagia di dunia dan akhirat dan hanya mengharap Ridho-Mu.. Aamiiiin :)

Tepat tengah malam di kamar kecilku, 18 Juni 2014_TSA_




Tidak ada komentar:

Posting Komentar