Lanjutan..
Jam dinding rumahku
menunjukan pukul 16.13, terlihat gadis mungil yang biasa dipanggil Cha itu
terlihat mengantuk. Sebelum dia tertidur aku
ingin segera menangakan padanya, kenapa dia menangis sendirian dalam derasnya
hujan? dan kenapa juga menangis di depan rumahku?
-------------------
-------------------
"Cha,
ngantuk ya?" tanyaku sambil menyentuh lembut rambutnya.
"Hah, enggak kok ka" jawabnya sambil mengucek-ngucek matanya yang mulai memerah. "Oh
iya sayang, kakak penasaran, tadi Cha kenapa menangis sayang? ada apa? silakan
cerita saja sama kakak"
Pertanyaanku seperti petasan yang merepet. Karena
rasa penasaran aku seperti itulah jadinya. Aku yakin dia anak yang cerdas dan
dia pasti dapat menjawab pertanyaanku.
Aku masih berpikir, dia mulai menjawab pertanyaanku. "Kakak
Cha mau cerita" ucapnya manja, seakan kita sudah saling mengenal lebih
lama. Aku senang dan segera merangkulnya. "Iya sayang, silahkan cerita,
Cha mau cerita apa?" kataku lembut. "Kenapa cha menangis sendirian
dan hujan-hujanan. Pertama karena Cha kecewa, kedua bingung dan ketiga Cha malu
jika nangis terang-terangan. Kenapa disaat hujan karena Cha berharap tidak ada
yang tahu kalau Cha sedang menangis, tapi ternyata kaka tahu. Cha bingung harus
percaya sama siapa Ibu atau orang lain. Cha harus mendengarkan pernyataan dari
orang lain kalau ayah Cha itu sudah meninggalkan Cha. Tetapi ibu bilang bahwa ayah
Cha adalah ayah yang berada di rumah. Cha lelah dengan ledekan teman-teman Cha.
Tapi Cha juga harus percaya sama ibu karena itu sangat nyata. cha kecewa kenapa
harus ada dua pernyataan. Cha uda lelah makanya Cha nangis ka”.
Anak kecil ini seakan meluapkan apa yang selama ini dia
rasakan. Aku semakin penasaran sebenarnya dia berusia berapa tahun? Ucapan dan
kata-katanya seperti yang sudah terbiasa dengan masalah yang cukup berat. Aku
hanya menghela nafas dan berkata. "sudah lega Cha? sekarang Cha bobo ya?” Akhirnya gadis lucu nan
cerdas ini tidur dipangkuanku. Aku belum
bisa memberikannya saran atau hanya sekedar kata-kata untuk menghiburnya. Ini
nyata dan sepertinya pernah ada cerita yang sama.
----------------------
Aku
merenung dan mencermati apa yang diceritakan anak tersebut. Aku mengingat bahwa
sepertinya cerita ini tidak asing bagiku.
Aku teringat ketika 14 tahun yang lalu usiaku persis sama
dengannya, yaitu berusia 6 tahun. Gadis yang manis ceria dan cerdas, membuat
orang tua sayang dan tidak ingin membuatnya sedih apalagi terganggu aktivitas
akademiknya.
------------------
Seperti anak manis Cha, akupun merasakan dan mengalami hal
yang sama. Dimana harus dihadapkan dengan dua pernyataan yg berbeda berasal dari
ibu dan masyarakat sekitar. Aku jelas tidak tahu mana yang benar dan mana yang
salah, hanya kebingungan yg selalu menghampiriku. Setiap keluar rumah atau
sekedar main dengan teman sebaya ejekan dan pernyataan menyakitkan selalu aku
terima, yang pada akhirnya pulang dan menangis sendirian di dalam kamar. Ketika
menanyakan kebenarannya pada ibu, maka jawabannya adalah pernyataan ibulah yang
benar. Terus seperti itu sampai aku berusia 14 tahun.
-----------------
-----------------
Usia 14 tahun adalah moment berharga dimana aku dapat
mengetahui kebenaran yang selama 14 tahun menjadi misteri dan membuat
kebimbangan selama 8 tahun dimana aku sudah mulai bisa berpikir. Apa sebenarnya
yang terjadi? Ketika aku hendak mengingatnya. Aku tersadar dengan
panggilan ibu dari dapur. "Ceuceu* sudah jam 17.00 waktunya makan dan
minum obat". "heemm iya ibu sebentar". Jawabku spontan. Kaget
juga sebetulnya karena barusan aku sedang mengingat masa laluku.
Begitulah hidup penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian.
Maka dari itu perlunya prinsip dalam hidup. Aku selalu yakin bahwa aku akan
menemukan kebenaran itu. Dan Allah menjawabnya setelah aku menunggu dan menghadapinya
selama 14 tahun. Ketika itu tepat di bulan Desember 2009 telah terjadi jejak
baru dalam hidupku.
--------------------
Desember
2009,
tepatnya 5 tahun yang lalu keluarga kami tengah
berduka atas meninggalnya kakek tercinta. Sore itu di rumah nenek, aku, ibu,
nenek, paman dan bibi tengah sibuk membereskan berkas-berkas kakek. Ditengah-tengah membereskan berkas, aku mendapati
sebuah foto jaman duul tapi masih tetap terlihat bagus. Di dalam foto tersebut
hanya satu yang aku kenal karena mirip dengan
seseorang yaitu ibu. Tapi untuk yang lainnya aku belum pernah melihat mereka
sebelumnya. Akan tetapi jika dilihat dari cara mereka berfoto menunjukan bahwa
mereka memiliki hubungan yang dekat satu sama lain. Aku hanya bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Untuk mengobati rasa
penasaranku aku menghampiri ibu dan menyodorkan foto tersebut dan bertanya
"ibu ini foto siapa ya? tadi ceuceu menemukannya di tempat dokumen kakek."
Terlihat ekspresi yang sangat kaget dari wajah ibu. Kemudian ibu menjawab
"foto apa ceu? coba ibu lihat" mengambil foto dari tanganku. "Oh
ini ibu tidak tahu ceu suda lupa, ini suda lama sekali sepertinya" sambung
ibu. Tapi sepertinya ibu sedang berbohong dan menutupi sesuatu. Aku semakin
penasaran, aku bertanya kembali pada ibu "ibu jawab dengan jujur, yang ini
siapa? seprtinya mirip sekali dengan ibu" tanyaku sambil menunjuk ke arah
foto ibu. Ibu tidak menjawab, tetapi yang aku lihat ibu malah
menangis dan tiba-tiba memeluk aku dengan erat dan semakin menangis. Akupun bingung
dan hanya bisa membalas pelukan ibu.
--------------------------
Satu jam telah berlalu,
Selesai menangis ibu menceritakan suatu sejarah dimana aku sendiripun tidak
tahu harus percaya atau tidak. Bahwa orang yang ada difoto tersebut benar ibu, lalu
laki-laki asing itu yang begitu dekat dengan ibu siapa?
Dia adalah ayahku, ayah
kandungku yang selama ini menjadi pertanyaan dan membuatku hidup dalam
kebingungan. Dimana harus dihadapkan dengan pernyataan ibu yang mengatakan
ayahku adalah ayah yang ada di rumah. sedangkan menurut masyrakat sekitar ayahku
sudah meninggal.
Begitulah, ibu dengan
keyakinannya menyimpan rahasia besar ini telah dengan jelas membukanya. Ibu
beralasan melakukan semua ini semata-mata hanya ingin membuatku bahagia tanpa
harua memikul beban yang sangat berat. Ibu hanya ingin aku bisa berprestasi tanpa
adanya pikiran yang terbagi. Aku mengerti dan menghargai itu semua. Karena ibu
manan yang ingin anaknya tidak bahagia, aku hanya harus menerimanya.
Lalu aku bertanya lagi,
jika betul laki-laki yang berada di foto itu adalah ayah kandungku dan sudah
meninggal diamanakah kuburannya?. Selama ini aku tidak pernah tahu dan tidak
pernah mendoakannya. Aku berkeinginan sekali untuk bisa mendoakannya
Namun aku kembali
dikejutkan dengan kenyataan pahit yang harus aku terima. bahwa ayahku meninggal
karena kecelakaan perahu di lautan luas dan sampai saat ini jenazahnya belum
ditemukan. "ya Allah hati yang lemah ini kuatkan ya Allah" itulah
kata-kata yang ku ucapkan ketika mendengar kenyataan ini. Pada saat itu tidak
bisa ku hindari air mata perlahan jatuh dan dada mulai terasa sesak. Ternyata
seperti ini rasanya menerima kenyataan yang datangnya terlambat. Sakit, sakit
dan sakit, tetapi disela-sela rasa sakit dan kecewa aku sisipkan rasa syukur
aku pada Allah. Aku bersyukur dan bangga bahwa Allah telah mempercayakan aku. Allah
percaya bahwa aku kuat dan bisa menerima dan melewati ini semua.
Hal itulah yang
membuatku tidak berlarut-larut dalam kesedihan, aku melihat betapa Allah maha
Adil. Allah mengambil Ayah kandungku jauh sebelum aku mengetahuinya. Karena
ayah meninggal ketika aku berada dalam kandungan ibu usia 7 bulan. Tapi Allah
menggantikannya dengan Ayah yang luar biasa. Bahkan 100 kali lipat baiknya dari
Ayah tiri pada umumnya. Dan beliau sama sekali tidak berkenan jika disebut ayah
tiri, kenapa tidak?. Karena beliau adalah ayahku yang sesungguhnya, beliau
menikah dengan ibu ketika aku berusia 1 tahun. Ayah rela mengorbankan apaun
untuk aku.
"Maka nikmat
Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?" (Ar-Rahman). Betapa Allah
menyayangi hamba-Nya. Maka masih pantaskah kita mengeluh atau masih belum menghormati
kedua orang tua kita?. Ini adalah pertanyaanku untuk aku pribadi ketika sudah terlalu
jauh mengingat masa lalu.
-----------------
Tiba-tiba terdengar suara lembut memanggilku dengan manja
yang berhasil membangunkanku. "Kaka, kaka Cha laper" gadis mungil Cha
sudah ada disampingku, ternyata ketika mengingat masa lalu aku tertidur. "heemm
iya sayang, Cha laper yah?" jawabku setengah sadar dari tidurku. Tidak
banyak berpikir aku langsung bergegas ke dapur sambil menggandeng Cha. "Yuk
Cha" kataku. "Asyikk kakak mau masakin aku yah?" ujarnya senang.
"Enggak sayang sudah dimasakin ibu" jawabku sambil mencubit pipinya
yang "cubby".
------------------------------
Begitulah hidup terus
berjalan dan berputar, dalam hidup ini kita haru tetap memiliki pegangan dan
berprinsip pada islam menyerahkan segalanya nya pada-NYA. Insya Allah seberat
apapun cobaan hidup akan terasa ringan jika kita senantiasa menyertakan Allah
SWT didalamnya.
Bogor, 06 Juni 2014 _TSA_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar