-Kisah dalam Goresan Tinta-
Gemericik
air hujan yang jatuh kian terdengar lebih kencang. Aku tertegun, dari kejauhan
aku melihat seorang anak lucu tengah menangis dalam dalam derasnya hujan. Dari
sudut jendela kecilku, aku terus memperhatikannya dan bertanya-tanya dalam
hati, kenapa anak selucu dia nangis sendirian. Hati ini semakin penasaran, ingin rasanya meghampiri anak itu dan
mengajaknya masuk ke rumah, memberinya handuk dan
teh hangat. Berbincang dengan penuh canda, tapi apa daya, saat ini aku sedang terikat
dengan infus yang setia.
-------------------
"Dek, sayang kamu sedang apa? kenapa menangis sendirian,
hujan sayang, kamu tidak kedinginan?" tanyaku. Aku rela mengangkat infusku
dan memakai payung untuk menghampiri anak yg lucu ini, karena sudah lebih dari
30 menit aku memperhatikannya.
Berapa kalipun aku melontarkan pertanyaan dan
ajakan, anak tersebut tidak menjawab. Hanya menangis dan sesekali menatap
wajahku dengan tatapan penuh kecewa. Aku
tidak tahu apa yang terjadi pada anak tersebut, kembali membujuknya sampai
akhirnya dia mau pergi bersamaku.
-----------------
Suasana berubah dari dinginnya hujan menjadi hangatnya
suasana rumah ditemani dengan secangkir teh hangat. Hanya ada aku dan gadis
mungil di ruang tamu,
dari ekspresinya terlihat bahwa dia sudah berhenti
menangis dan tengah menikmati teh hangatnya.
"Ade
manis, siapa namanya sayang?" tanyaku memecah keheningan. Dia hanya menjawab dengan
senyuman, kemudian meletakkan cangkir teh yang dari tadi digenggamnya. Dengan
suara lirih dia menjawab "panggil aja Cha kaka, nama saya Navisha Sumardi.
Akhirnya dia mau menjawab pertanyaanku, karena rasa
penasaran aku kenapa dia menangis dalam derasnya hujan, aku tidak berpikir
untuk menanyakan dimana rumahmu, siapa ayah dan ibumu.
Gadis mungil ini kira-kira berusia 6 tahun, dengan melihat cara duduk, menikmati teh dan
berbicara. Dia sepertinya berasal dari keluarga baik-baik, tapi kenapa menangis
sendirian tepat di pojok taman rumahku? itulah yang membuat aku penasaran dan
ingin segera menanyakannya.
--------------
Jam dinding rumahku
menunjukan pukul 16.13, terlihat gadis mungil yang biasa dipanggil Cha itu
terlihat mengantuk. Sebelum dia tertidur aku
ingin segera menanyakan padanya, kenapa dia menangis sendirian dalam derasnya
hujan? dan kenapa juga menangis di depan rumahku?
-------------------
"Cha,
ngantuk ya?" tanyaku sambil menyentuh lembut rambutnya.
"Hah, enggak kok ka" jawabnya sambil mengucek-ngucek matanya yang mulai memerah. "Oh iya
sayang, kakak penasaran, tadi Cha kenapa menangis sayang? ada apa? silakan
cerita saja sama kakak"
Pertanyaanku seperti petasan yang merepet. Karena
rasa penasaran aku seperti itulah jadinya. Aku yakin dia anak yang cerdas dan
dia pasti dapat menjawab pertanyaanku.
Aku masih berpikir, dia mulai menjawab pertanyaanku. "Kakak
Cha mau cerita" ucapnya manja, seakan kita sudah saling mengenal lebih
lama. Aku senang dan segera merangkulnya. "Iya sayang, silahkan cerita,
Cha mau cerita apa?" kataku lembut. "Kenapa cha menangis sendirian
dan hujan-hujanan. Pertama karena Cha kecewa, kedua bingung dan ketiga Cha malu
jika nangis terang-terangan. Kenapa disaat hujan karena Cha berharap tidak ada
yang tahu kalau Cha sedang menangis, tapi ternyata kaka tahu. Cha bingung harus
percaya sama siapa Ibu atau orang lain. Cha harus mendengarkan pernyataan dari
orang lain kalau ayah Cha itu sudah meninggalkan Cha. Tetapi ibu bilang bahwa ayah
Cha adalah ayah yang berada di rumah. Cha lelah dengan ledekan teman-teman Cha.
Tapi Cha juga harus percaya sama ibu karena itu sangat nyata. Cha kecewa kenapa
harus ada dua pernyataan. Cha uda lelah makanya Cha nangis ka”.
Anak kecil ini seakan meluapkan apa yang selama ini dia
rasakan. Aku semakin penasaran sebenarnya dia berusia berapa tahun? Ucapan dan
kata-katanya seperti yang sudah terbiasa dengan masalah yang cukup berat. Aku
hanya menghela nafas dan berkata. "sudah lega Cha? sekarang Cha bobo ya?” Akhirnya gadis lucu nan
cerdas ini tidur dipangkuanku. Aku belum
bisa memberikannya saran atau hanya sekedar kata-kata untuk menghiburnya. Ini
nyata dan sepertinya pernah ada cerita yang sama.
----------------------
Aku
merenung dan mencermati apa yang diceritakan anak tersebut. Aku mengingat bahwa
sepertinya cerita ini tidak asing bagiku.
Aku teringat ketika 14 tahun yang lalu usiaku persis sama
dengannya, yaitu berusia 6 tahun. Gadis yang manis ceria dan cerdas, membuat
orang tua sayang dan tidak ingin membuatnya sedih apalagi terganggu aktivitas
akademiknya.
------------------
Seperti anak manis Cha, akupun merasakan dan mengalami hal
yang sama. Dimana harus dihadapkan dengan dua pernyataan yg berbeda berasal dari
ibu dan masyarakat sekitar. Aku jelas tidak tahu mana yang benar dan mana yang
salah, hanya kebingungan yg selalu menghampiriku. Setiap keluar rumah atau
sekedar main dengan teman sebaya ejekan dan pernyataan menyakitkan selalu aku
terima, yang pada akhirnya pulang dan menangis sendirian di dalam kamar. Ketika
menanyakan kebenarannya pada ibu, maka jawabannya adalah pernyataan ibulah yang
benar. Terus seperti itu sampai aku berusia 14 tahun.
-----------------
Usia 14 tahun adalah moment berharga dimana aku dapat
mengetahui kebenaran yang selama 14 tahun menjadi misteri dan membuat
kebimbangan selama 8 tahun dimana aku sudah mulai bisa berpikir. Apa sebenarnya
yang terjadi? Ketika aku hendak mengingatnya. Aku tersadar dengan
panggilan ibu dari dapur. "Ceuceu* sudah jam 17.00 waktunya makan dan
minum obat". "heemm iya ibu sebentar". Jawabku spontan. Kaget
juga sebetulnya karena barusan aku sedang mengingat masa laluku.
Begitulah hidup penuh dengan kebingungan dan ketidakpastian.
Maka dari itu perlunya prinsip dalam hidup. Aku selalu yakin bahwa aku akan
menemukan kebenaran itu. Dan Allah menjawabnya setelah aku menunggu dan menghadapinya
selama 14 tahun. Ketika itu tepat di bulan Desember 2007 telah terjadi jejak
baru dalam hidupku.
--------------------
Desember
2007,
tepatnya 7 tahun yang lalu keluarga kami tengah
berduka atas meninggalnya kakek tercinta. Sore itu di rumah nenek, aku, ibu,
nenek, paman dan bibi tengah sibuk membereskan berkas-berkas kakek. Ditengah-tengah membereskan berkas, aku mendapati
sebuah foto jaman dulu tapi masih tetap terlihat bagus. Di dalam foto tersebut
hanya satu yang aku kenal karena mirip dengan
seseorang yaitu ibu. Tapi untuk yang lainnya aku belum pernah melihat mereka sebelumnya.
Akan tetapi jika dilihat dari cara mereka berfoto menunjukan bahwa mereka
memiliki hubungan yang dekat satu sama lain.
Aku hanya bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Untuk mengobati rasa
penasaranku, aku menghampiri ibu dan menyodorkan foto tersebut dan bertanya
"ibu ini foto siapa ya? tadi ceuceu menemukannya di tempat dokumen kakek."
Terlihat ekspresi yang sangat kaget dari wajah ibu. Kemudian ibu menjawab
"foto apa ceu? coba ibu lihat" mengambil foto dari tanganku. "Oh
ini ibu tidak tahu ceu sudah lupa, ini sudah lama sekali sepertinya"
sambung ibu. Tapi sepertinya ibu sedang berbohong dan menutupi sesuatu. Aku
semakin penasaran, aku bertanya kembali pada ibu "ibu jawab dengan jujur,
yang ini siapa? seprtinya mirip sekali dengan ibu" tanyaku sambil menunjuk
ke arah foto ibu. Ibu tidak menjawab, tetapi yang aku lihat ibu malah
menangis dan tiba-tiba memeluk aku dengan erat dan semakin menangis. Akupun
bingung dan hanya bisa membalas pelukan ibu.
--------------------------
Satu jam telah berlalu,
Selesai menangis ibu menceritakan suatu sejarah dimana aku sendiripun tidak
tahu harus percaya atau tidak. Bahwa orang yang ada difoto tersebut benar ibu, lalu
laki-laki asing itu yang begitu dekat dengan ibu siapa?
Dia adalah ayahku, ayah
kandungku yang selama ini menjadi pertanyaan dan membuatku hidup dalam
kebingungan. Dimana harus dihadapkan dengan pernyataan ibu yang mengatakan
ayahku adalah ayah yang ada di rumah. sedangkan menurut masyrakat sekitar ayahku
sudah meninggal.
Begitulah, ibu dengan
keyakinannya menyimpan rahasia besar ini telah dengan jelas membukanya. Ibu
beralasan melakukan semua ini semata-mata hanya ingin membuatku bahagia tanpa
harus memikul beban yang sangat berat. Ibu hanya ingin aku bisa berprestasi tanpa
adanya pikiran yang terbagi. Aku mengerti dan menghargai itu semua. Karena ibu
mana yang ingin anaknya tidak bahagia, aku hanya harus menerimanya.
Lalu aku bertanya lagi,
jika betul laki-laki yang berada di foto itu adalah ayah kandungku dan sudah
meninggal diamanakah kuburannya?. Selama ini aku tidak pernah tahu dan tidak
pernah mendoakannya. Aku berkeinginan sekali untuk bisa mendoakannya
Namun aku kembali
dikejutkan dengan kenyataan pahit yang harus aku terima. bahwa ayahku meninggal
karena kecelakaan perahu di lautan luas dan sampai saat ini jenazahnya belum
ditemukan. "ya Allah, hati yang lemah ini kuatkan ya Allah" itulah
kata-kata yang ku ucapkan ketika mendengar kenyataan ini. Pada saat itu tidak
bisa ku hindari air mata perlahan jatuh dan dada mulai terasa sesak. Ternyata
seperti ini rasanya menerima kenyataan yang datangnya terlambat. Sakit, sakit
dan sakit, tetapi disela-sela rasa sakit dan kecewa aku sisipkan rasa syukur
aku pada Allah. Aku bersyukur dan bangga bahwa Allah telah mempercayakan aku. Allah
percaya bahwa aku kuat dan bisa menerima dan melewati ini semua.
Hal itulah yang
membuatku tidak berlarut-larut dalam kesedihan, aku melihat betapa Allah maha
Adil. Allah mengambil Ayah kandungku jauh sebelum aku mengetahuinya. Karena
ayah meninggal ketika aku berada dalam kandungan ibu usia tujuh bulan. Tapi
Allah menggantikannya dengan Ayah yang luar biasa. Bahkan 100 kali lipat baiknya
dari Ayah tiri pada umumnya. Dan beliau sama sekali tidak berkenan jika disebut
ayah tiri, kenapa tidak?. Karena beliau adalah ayahku yang sesungguhnya, beliau
menikah dengan ibu ketika aku berusia satu tahun. Ayah rela mengorbankan apaun
untuk aku.
"Maka nikmat
Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?" (Ar-Rahman). Betapa Allah
menyayangi hamba-Nya. Maka masih pantaskah kita mengeluh atau masih belum menghormati
kedua orang tua kita?. Ini adalah pertanyaanku untuk aku pribadi ketika sudah terlalu
jauh mengingat masa lalu.
-----------------
Tiba-tiba terdengar suara lembut memanggilku dengan manja
yang berhasil membangunkanku. "Kaka, kaka Cha laper" gadis mungil Cha
sudah ada disampingku, ternyata ketika mengingat masa lalu aku tertidur. "heemm
iya sayang, Cha laper yah?" jawabku setengah sadar dari tidurku. Tidak
banyak berpikir aku langsung bergegas ke dapur sambil menggandeng Cha. "Yuk
Cha" kataku. "Asyikk kakak mau masakin aku yah?" ujarnya senang.
"Enggak sayang sudah dimasakin ibu" jawabku sambil mencubit pipinya
yang "chubby".
------------------------------
Begitulah hidup terus
berjalan dan berputar, dalam hidup ini kita haru tetap memiliki pegangan dan
berprinsip pada islam menyerahkan segalanya hanya pada-NYA. Insya Allah seberat
apapun cobaan hidup akan terasa ringan jika kita senantiasa menyertakan Allah
SWT didalamnya.
Masa lalu adalah
kenangan bingkailah dengan indahnya masa sekarang. Agar kelak kita bisa sampai
pada masa depan yang kita harapkan. Mungkin pada Desember 2007 aku mengetahui
suatu kenyataan yang merupakan sejarah hidup.. tidak lain adalah rencana Indah
Allah SWT. Lalu bagaimana dengan kejadian pada April 2011?
******
April 2011...
Cha
memang anak yang manis, aku semakin merasa nyaman dan ingin selalu bersamanya..
seakan-akan ketika melihatnya aku seperti melihat masa laluku. Aku terus
memperhatikannya dan sesekali mengelus-ngelus rambutnya. Cha yang tengah
menikmati makan malamnya kemudian bertanya. “kaka, Cha boleh nanya gak?” aku
tersenyum dan menjawab “tentu saja sayang, boleh silahkan Cha mau nanya apa
sama kaka??” dengan sifat manjanya Cha bertanya kembali “kaka, kaka sekarang
usianya berapa tahun?” aku sedikit kaget kenapa tiba-tiba dia menanyakan
usiaku. Heemm mungkin karena penasaran dengan muka “Baby pace” aku ini, dengan
penuh keyakinan aku menjawabnya “usia kaka 20 tahun sayang, kenapa terlalu muda
ya?? Aku sebenarnya bukan percaya diri hanya saja ingin membuat suasana menjadi
hangat dan ada suasana humor.
Cha tidak membalas
pertanyaan konyolku, dia malah kembali menanyakan sesuatu yang membuatku kaget.
“Di usia kaka yang ke 20 tahun ini sudah menikah belum?” saat itu aku hanya
terdiam mengapa tiba-tiba gadis mungil yang cerdas ini menanyakan hal tersebut.
Tapi aku harus tetap menjawab dengan penuh kelembutan agar dia tidak
tersinggung atau merasa bersalah. “heemm, belum sayang kaka belum menikah kaka masih sekolah sayang. Cha kenapa
kok tiba-tiba menanyakan ini?” jawabku sambil menuangkan air putih ke gelas dan
memberikannya pada Cha. “oohh,, belum ya ka, kalau tetangga rumah Cha 17 tahun udah
ada yang nikah kok ka” celotehnya membuat aku semakin gemas sama Cha gadis
mungil ini. Aku tidak melanjutkan percakapan kita, aku hanya mencubit pipinya
yang “chubby” dan berkata “ayoo lanjutkan makannya ya, yang banyak dan jangan
banyak bicara”.
Sementara Cha menikmati makanannya, kembali
aku teringat masa laluku. Pertanyaan Cha mengingatkanku pada kejadian
April 2011, dimana pada saat itu usiaku
belum genap 17 tahun dan hampir terjadi apa yang disebut dengan pernikahan.
--------------
Bulan
April 2011, ketika itu aku tengah menunggu pengumuman Ujian Nasional (UN) dan
SNMPTN IPB. Aku mengisi waktu luang dengan mengajar siswa kelas X di SMA tempat
aku sekolah menggantikan guru ku yang sedang sibuk mengurusi tesis dan sidangnya.
Sebenarnya aku kurang percaya diri karena aku bukanlah siswa teladan disekolahan
akan tetapi seorang guru percaya begitu saja dengan diriku.
Aku
mengerti ternyata bukan kemampuanku yang beliau lihat, tetapi semangat dan
kerja keras yang membuat beliau percaya bahwa aku bisa. “bapak kenapa saya yang
menggantikan bapak mengajar? Saya kurang pandai dalam pelajaran matematika
pak.” Kalimat itulah yang aku lontarkan ketika beliau meminta aku untuk
mengajar. “Karena saya melihat semangatmu nak” jawab beliau singkat dan tegas.
Aku tidak bisa mengelak lagi, akhirnya aku menjalaninya dengan senang dan
alhamdulillah luar biasa pengalaman yang tidak akan pernah aku lupakan.
Sesungguhnya
ketika kita merasa berpotensi belum tentu kita dibutuhkan, tetapi tanpa kita sadari
ternyata ada semangat yang membuat orang lain terkagum akannya.
------------
Siang
itu sekitar pukul 12.30 wib, seperti biasa aku sudah siap untuk berangkat ke
sekolah untuk mengajar. Suatu kebiasaan yang tidak pernah terlewatkan yaitu
pamitan dan memohon doa restu ibu ketika hendak berangkat. Namun pada saat itu
ada yang berbeda, ada seseorang yang sedang berbicara serius dengan ibu. Karena
takut telat aku langsung menghampiri ibu untuk pamitan. “Ibu ceu berangkat ya,
mohon doanya” kataku sambil mencium tangan ibu. “iya hati-hati ya didoakan sama
ibu”. Seperti biasa ibu mendoakan aku, tidak lupa aku juga pamit pada saudara
aku yang sedang bersama ibu. Sebenarnya aku penasaran apa yang mereka bicaran
tapi sepertinya aku akan terlambat jika ikut ngobrol dengan mereka. Aku pun
memutuskan untuk berangkat mengajar.
-----------------
“kaka
Cha udah selesai makannya, Cha mau pulang” suara gadis mungil Cha menghancurkn
ingatan masa laluku. “iya sayang, Cha udah selesai.. heemm mau pulang ya? Tapi
uda malem sayang. Emang rumah Cha dimana?” aku berkata seperti itu karena tidak
ingin Cha pergi meninggalkan aku, sedikit egois tapi aku sangat menyukainya.
------------------
Sebenarnya
aku tidak ingin mengingat apa yang terjadi pada saat April 2011. Kejadian itu sudah
3 tahun berlalu, namun sangat mengagumkan jika kembali ku ingat. Waktu itu aku
kembali dihadapkan dengan dua pilihan. Dimana aku harus memilih tetap berpegang
teguh dengan pendirian dan terus melanjutkan perjuangan menggapai mimpi.
Ataukah berhenti sampai disini dan memilih untuk hidup bersama orang asing yang
telah dipilihkan saudara.
------------------------
Ternyata
inilah yang mereka bicarakan pada siang itu yang membuat aku penasaran. Sungguh
aku tidak pernah menyangka sebelumnya. Mengapa aku yang tengah asyik menikmati
kehidupan remajaku dengan menuntut ilmu. Kenapa mesti aku? Itulah pertanyaan
sedih dalam hatiku.
Jika
aku memilih melanjutkan mimpi maka ketidakpastian pasti aku dapatkan, karena
aku belum lulus UN dan belum keterima SNMPTN. Sedangkan jika memilih perjodohan
ini hidup aku sudah dijamin senang. Begitulah yang aku ingat pendapat saudara
yang bersikeras menjodohkan aku dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal.
Apa
sebenarnya yang membuat suadara aku berani masuk dan mencampuri urusan pribadi
aku, apakah karena aku miskin? Apakah takut ketika aku keterima di PTN dan
harus kuliah kemudian meminta uang untuk biaya kepadanya? Apakah itu yang
membuat beliau mantap mengajukan perjodohan ini. Seakan-akan dialah pengendali
hidup aku.
------------------------
Pertanyaanku
di atas ternyata bukan hanya pertanyaan yang aku reka-reka untuk menebak saja.
Akan tetapi benar adanya setelah aku mendengar langsung dari mulut saudara yang
sangat perhatian itu. “heh, kamu! ayah sebagai buruh aja kok sosoan sih mau
kuliah di IPB? punya jaminan apa? Emangnya kuliah gak mahal apa? Daripada
buang-buang uang lebih baik menikah dengan yang jelas-jelas sudah mapan dan ada
di depan mata. Mau apalagi tinggal diam di rumah hidup enak selesai kan.
Emangnya kamu gak kasian sama ayah kamu yang setiap hari banting tulang di
sawah saya. Lagian belum pasti juga kan keterima atau tidaknya di IPB?”
----------------------
Kalimat-kalimat
di atas masih jelas tersimpan dalam rekaman ingatan aku. Mungkin betul aku
miskin harta, tapi aku tidak miskin mimpi dan iman. Yang ingin aku capai bukan
hanya sekedar hidup enak tapi hidup penuh ridho-NYA. Aku sudah terbiasa hidup
miskin dan penuh kekurangan maka akan tidak menjadi masalah jika tetap hidup
seperti ini, asalkan prinsip hidupku tetap aku pegang. Mungkin benar juga ayah
pernah merasakan lelah, letih dan jenuh. Tapi apakah ayah pernah meminta aku
untuk menikah dengan orang kaya? Tidak pernah, mungkin ayah pernah melarangku
untuk melanjutkan sekolah baik ke tingkat SMP, SMA dan PTN tapi ayah belum
pernah memintaku untuk menikahi orang kaya agar kehidupan kami berubah. Namun
yang menjadi pertanyaan mengapa saudara yang jauh tidak berhak akan hal ini
turut campur dan sibuk mengatur hidup aku.
Allah
tidak akan menguji hamba-NYA diluar kemapuan hamba-NYA, itulah yang aku yakini
bahwa Allah memilihku karena Allah yakin aku bisa dan kuat. Bersyukurlah ketika
kita diuji karena sesungguhnya ujian itu bukti kasih sayang ALLAH pada
hamba-NYA.
-------------
Secara
psikologis aku mengalami “sock” (kaget) yang mengakibatkan sakit selama satu
minggu. Jujur perjodohan ini adalah hal yang terberat yang harus aku hadapi.
Terlebih dengan sikap ibu yang sempat setuju dengan perjodohan ini. Aku tidak
semata-mata menyalahkan ibu, sesuatu yang wajar karena aku tahu pada saat itu
keluarga kami tengah diuji dengan keterbatasan materi. Aku hanya bisa membujuk
ibu dan meyakinkan ibu, bahwa bukan dengan seperti ini, bukan dengan menikahi
orang kaya aku ingin membahagiakan ibu. Bukan juga dengan menumpang hidup pada
orang yang sudah mapan. Tapi aku ingin membahagiakan ibu dan ayah setiap hari
dengan prestasi dan cerita-cerita indah yang aku lalui. Aku ingin membahagian
ibu dan ayah dengan kerja kerasku dan dengan hidupku yang sesungguhnya. Bukan
dengan bayang-bayang hidupku.
Dalam
kondisi sakit aku berpikir keras bagaimana caranya agar ibu luluh.
Keputusan yang mana yang harus aku pilih
ya Rabb. Begitulah isi doaku di sepertiga malam-NYA, aku memohon petunjuk dan
meminta keputusan terbaik yang harus aku ambil. Agar bukan keputusan yang salah
yang aku putuskan nantinya. Mengapa aku sampai berhari-hari belum bisa meutuskan,
karena selama hidupku aku belum pernah berani menolak perintah ibu. Apapun itu
ketika baik dan membuat mereka bahagia aku rela melakuakannya. Namun untuk hal
ini aku masih ragu, karena aku masih memiliki harapan lain yaitu bisa kuliah di
PTN yang selama ini sudah aku rintis dari awal. Haruskah impian ini terhenti?
Egoiskan aku jika bertahan dengan mimpi ini?
------------------
Aku
tahu menikah bukan sesutu yang tidak baik, bahkan Allah memerintahkan kita
untuk menikah. Akan tetapi tidak ada unsur paksaan, didasarkan rasa cinta dan
niat ibadah karena-NYA, dan yang terpenting ketika sudah siap lahir dan bathin.
Pada saat itu semua persyaratan di atas belum terpenuhi maka bukan suatu
kesalahan jika aku tidak mengharapakan perjodohan ini terjadi. Aku dengan usia
remajaku yang belum genap 17 tahun tengah gemar menuntut ilmu dan mencari jati
diri tentu belum siap jika harus dihadapkan dengan hal yang amat berat ini.
-----------
Allah
menunjukan kesih sayang-Nya dan kekuasaan-Nya padaku. Pagi itu, ibu menghampiriku
dan berkata “Ceu maafin ibu ya, ibu terlalu egois dan khilaf sayang. Ibu tidak
memikirkan perasaan dan cita-cita mulia putri ibu. Mulai sekarang ibu tidak
akan ikut campur lagi, semuanya terserah ceuceu aja ya. Jika akan menolak
perjodohan ini sampaikan penolakannya dengan baik ya sayang” dengan suara yang
sedikit tersendat-sendat karena menahan tangis ibu memohon maaf dan
menasehatiku. Aku tidak sanggup berkata-kata lagi pada saat itu, aku hanya
memeluk ibu dan menangis sejadi-jadinya. Apa yang sebenarnya yang aku
tangiskan? Harusnya aku bahagia karena ibu sudah mengizinkanku untuk memutuskan
semuanya. Itulah aku hampir tidak pernah bisa membedakan kapan sedih dan kapan
bahagia. Karena disetiap kebahagianku dan kesedihanku selalu diwarnai dengan
tangis penuh rasa syukur.
Subhanallah,
Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan (Ar-Rahman). Kembali
bertambah proses pendewasaanku. Di usia remaja yang mayoritas remaja lain
habiskan dengan beresenang-senang dan bermain sedangkan aku harus berhadapan
dengan permasalahan yang seharusnya menjadi bagianku ketika aku dewasa nanti.
Tapi sekali lagi aku telah dipilih Allah karena Allah yakin aku bisa dan aku
kuat. Kasih sayang Allah sangat nyata.
----------
Malam itu, di rumah
telah terjadi jejak baru dalam hidupku. Sorang remaja belum genap berusia 17
tahun dengan penuh keyakinannya menolak seorang laki-laki berumur yang telah
mapan secara materi. Sungguh aku tidak akan pernah melupakan kejadian ini,
dimana dengan penuh rasa takut dan khawatir aku berhadapan langsung dengan
orang yang sebelumnya tidak aku kenal dan aku harus menolaknya. Apa yang aku
pikirkan saat itu, hanya dengan mengingat ALLAH dan berdoa agar aku jangan
sampai salah berucap ataupun bertindak, sehingga proses penolakan ini tidak
menimbulkan perpecahan tetapi terjalinnya kekeluargaan yang aku harapkan.
Alhamdulillah
dengan berpegang teguh pada keyakinan dan doa yang tidak terputus. Tidak ada
kata-kata yang menyakiti ataupun menyinggung perasaan orang tersebut. Aku tidak
mengungkapkan banyak alasan, aku hanya menyampaikan satu alasan. Bahwa aku
belum ada niatan untuk menikah karena sedang menuntut ilmu. “Sebelumnya terima
kasih banyak sudah memilih saya diantara perempuan yang lain. Tapi saya yakin
bapak bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari saya, mohon maaf karena tidak
bisa menerima niat baik dan tulus bapak karena pada saat ini saya sedang
menuntut ilmu dan sedang semangat mengejar mimpi. Semoga bapak dapat menerima
alasan saya dan bersedia membatalkan perjodohan ini” begitulah penggalan
kalimat yang sempat aku lontarkan pada saat itu. Semuanya tidak langsung
terjadi sesuai harapan walau sudah sebaik apapun ucapanku.
Namun
pada akhirnya orang tersebut menerima keputusanku untuk membatalkan perjodohan
ini. Bahkan beliau memohon maaf karena telah mengganggu pendidikanku. Belaiau
hanya meminta dicarikan calon isteri dan saudara aku yang terkesan gila harta
tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Namun bagaimanapun tidak ada alasan
bagiku untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Kembali lagi bahwa
ini adalah ujian dan bukti cinta-Nya padaku.
---------------
Dengan
diterimanya keputusan aku yang ingin membatalkan perjodohan ini, maka aku
berhasil menyelamatkan mimpiku, mendapatkan pengalaman, pembelajaran dan
kekeluargaan. Sungguh Allah kembali menampakan kekuasaan-Nya begitu agung dan
luhur.
-----------------
Setelah
kejadian ini keluarga kami masih bisa bertahan hidup walau tanpa materi yang
berlimpah. Aku bisa kuliah di Perguruan Tinggi Negeri yang aku harapkan tanpa meminta
bantuan kepada saudara yang sangat mengkhawatirkan biaya studi aku. Allah telah
menetapkan untuk setiap takdir umatnya, maka kembali lagi kepada kita. Pergi
menjemputnya atau hanya diam dan menunggu yang tak pasti. Segala sesuatu yang
berkaitan dengan kita memang betul sudah Allah tetapkan, namun kita sebagai
manusia harus tetap berikhtiar dan membuatnya menjadi semakin nyata.
-----------------------
Hidup
ini adalah proses dimana kita selalu dihadapkan pada suatu pilihan. Seperti apa
hidup kita tergantung keputusan yang kita pilih. Mungkin jika aku memilih
menerima perjodohan tersebut maka aku tidak akan bisa melanjutkan masa remaja
yang penuh dengan cerita. Hidup ini tidak harus selalu melihat dan berorientasi
pada hasil tapi cobalah menikmati prosesnya. Dimana dalam proses tersebut
banyak menghadirkan semangat, pelajaran, pengalaman dan kecintaan kepada Allah
agar kita senantiasa dekat dengan-Nya. Maka jika orang lain menganggap
perjodohan ini adalah masalah tapi bagiku hal ini adalah bukti Cinta-Nya
padaku. Karena aku selalu melihat masalah dan ujian adalah bukti kasih
sayang-Nya padaku.
-------------------
Masa
remaja merupakan masa dimana dipenuhi dengan kesenang-senagan bermain dengan
teman dan sahabat. Bagi sebagian besar remaja tentunya iya, tapi yang terjadi
padaku adalah pengecualian. Masa remajaku terwarnai dengan sedikit tinta yang
seharusnya tercatat di masa dewasaku. Tapi itulah yang membuatku merasa bahwa
Allah selalu memperhatikanku. Untuk itu janganlah kamu nodai masa remajamu
dengan tidak dekat dengan-Nya. Warnailah masa remajamu dengan semangat mengejar
mimpi dan kecintaanmu pada Rabb-mu. Insya Allah hidup ini akan semakin berarti.
------------------------
“Stop,
stop ka, sudah sampai” aku terkaget dengar suara Cha. Ternyata selama aku
mengingat masalaluku kami telah berjalan cukup jauh. Yang akhirnya tiba di
depan rumah Cha. “oh iya. Sudah sampai ya. Ayo kita masuk” aku dan Cha masuk ke
dalam rumahnya bermaksud bertemu dengan orang tua Cha dan menjelaskan mengapa
Cha bisa pulang bersamaku.
Begitulah
kehidupanku di masa lalu, namun sedikitpun tidak membuatku menyesal pernah
melewati itu semua. Warnailah perjalanan hidupmu dengan semangat mengejar mimpi
dan kecintaanmu pada Rabb-mu. Insya Allah hidup ini akan semakin berarti.
*“Ceu”
adalah panggilan sama sperti kaka. Ceu/ceuceu adalah panggilan untuk anak
perempuan yang paling tua biasa digunakan di keluarga Sunda.
Di
sejuknya fajar yang masih malu-malu.. Bogor 7 Juni 2014 _TSA_